Malam tebarkan sunyi
Penutup hari yang telah penat kini datang
Krik krik krik...
Bebunyian binatang malam bersahutan
Gemerincing suara daun pohon berjatuhan
Membuat telinga terpaksa mendengar suara alam
Tapi tunggu...
Ada jeritan lain yang lebih menggelegar
Tak terfokus oleh tujuan pasti
Seraya merintih tergoyah sukma
Diri ditusuk ribuan duri
Oh tidak...
Pupus sudah asa
Mengenang yang pernah ada...
Kepala ini terasa berat...
Berat sekali...
Ingin sekadar keluar dari ambang batas
Tetap saja terpaku di lubang yang sama
Terantai oleh tungku api kebatinan
Tersulut nafsu duniawi yang senantiasa goyahkan nurani
Yang paling membuatku terombang-ambing adalah...
Kesenangan tercela yang lalu lalang tercium murka
Ahh...
Aku putus asa
Lantas, apakah tetap ku memakai topeng pengecut ini
Tersenyum kecut terhadap kesucian hidup?
Susah sekali mengatakan jujur
Rintik airmata yang selalu menemani
Menjadi pelipur lara dikala tertunduk pada Sang Hitam
Terus belajar tegak berdiri
Pura-pura kokoh diantara ribuan karakter hamba-Nya
Malam begitu menusuk tulang
Rintihan hati yang tertatih kian menjerit
Laksana lolongan srigala yang mengaum sekuat tenaga
Sangat memekik gendang telinga di pendengaran ini
Slalu dan slalu ku coba menumpuk kembali batu yang telah berserakan
Pelan dan pelan mengarungi sang waktu
Ah...
Jatuh lagi
Namun, ku tak patah arang
Ku ambil tumpuan kayu
Tetapi...
Tetap saja ambruk begitu saja
Bulan sepertinya terkekeh frontal
Jari jemari yang bergetar rasanya tak mampu bertindak lagi
Menyongsong harapan yang indah
Semakin tipis
Iya...
Tak lagi muncul dan hilang
Janji yang pernah terucap oleh ikatan
Menguap, membara, dan musnah bak ditelan fatamorgana
Menerima kehendak aneh dan tertata rapi
Membuatku semakin terpojokkan sudut dunia
Sang pencipta...
Bantu aku berdiri
Ditengah carut-marutnya ketertundukan feodal manusiawi